Riba, bunga, rente atau semacamnya artinya adalah kelebihan. Riba ini bisa timbul pada proses hutang piutang, sewa menyewa dan jual beli yang menggunakan dua sistem tersebut. Dalam sekala kecil tampak sekali riba ini mengntungkan. Misal, riba atas hutang piutang bernilai kecil, bunga bank yang presentasenya lebih kecil dari tabungan pokok atau angsuran utang. Akan tetapi jika proses riba ini ada dalam skala besar, itu adalah masalah besar. Besar atau kecil riba, efeknya tetap buruk, tetap saja dilarang oleh ketiga agama samawi.
Dalam Taurat & Bibel (Injil), 10 perintah Allah nomor 10 berbunyi :
“Dan jangan menginginkan istri orang lain,(no.9)
atau budaknya, ternaknya, keledainya, atau apapun yang milik orang lain (no.10) .”
Dan dalam Qur’an : “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil/dholim.”
Nabi Musa diberi 10 perintah Tuhan untuk mencegah pengikutnya melakukan kejahatan, salah satunya memakan riba. Nabi Isa mengobrak abrik tempat nongkrong pelaku bisnis riba (denger2 dari salah satu koment di Kaskus). Dan Nabi Muhammad beserta para sahabatnya menyatakan perang terhadap riba. Kali ini tulisan ini tidak membahas larangan riba dilihat dari sisi ajaran agama. Tetapi mencoba menjelaskan efek destruktif yg diakibatkan riba.
Seperti yang telah saya jelaskan pada tulisan mengenai sistem suplai uang dalam ekonomi kita saat ini, uang adalah utang, utang adalah uang. Dari uang menjadi utang yang ditopang uang, dari utang yang ditopang uang menjadi utang yang ditopang utang. Sehingga ketika tidak ada orang yang berhutang maka sistem ekonomi akan kolaps. Sebegitu rapuhnya sistem ekonomi saat ini sehingga orang harus terus berhutang agar suplai uang mengalir sehingga roda ekonomi berjalan terus.
Utang tersebut sudah pasti bukan utang saja, tetapi plus riba. Bila utang tersebut hanya utang saja tanpa riba, dalam sistem ini paling parah hanya terjadi inflasi karena sistem fractional reserve banking menghasilkan suplai uang yang fluktuatif. Ketika suplai uang lebih besar dari suplai barang/jasa maka ada inflasi. Untuk menurunkan inflasi mudah saja, tinggal kendalikan pemberian utang (meski mungkin tidak semudah membalik telapak tangan). Meski ini bukan solusi bagus setidaknya sudah sedikit mengeliminasi masalah.
Karena sistem suplai uang yang seperti itu dilengkapi dengan riba, maka inti pokok masalah ada pada riba. Misalkan seperti ini, di dunia hanya ada 10 orang. Satu sama lain dari kesepuluh orang itu saling berjual beli, saling bisnis atau pendek kata employing each other. Dengan model peredaran uang seperti ini , maka bank misalnya memberi pinjaman $ 1 juta pada tiap orang itu dengan riba 5%. Jadi tiap orang harus mengembalikan total $ 1.050.000 . Uang yang beredar hanya 10.000.000 yang tersebar di 10 orang, tapi jika semua dilunasi plus ribanya, bank (harus) akan menerima 10.500.000. Ini tidak mungkin. Sampai kiamat riba yang 5% ini tidak akan lunas karena bank tidak pernah mengedarkan uang sejumlah 5% dari total kreditnya. Sehingga agar seseorang atau beberapa pengutang (tidak mungkin semuanya) dapat melunasi utangya plus riba 5% maka akan ada orang lain yang harus bangkrut dulu. Oleh sebab itu kita sering menemukan fenomena pedagang bangkrut, pabrik/industri gulung tikar, PHK massal, kemelaratan, akuisisi asset karena belitan riba dan banyak macam lagi lainnya. Itulah efek dahsyat dikarenakan riba. Selama sistem yg digunakan uang ditopang utang, utang ditopang uang lengkap dengan ribanya, maka pemegang & pengguna rupiah, dolar, riyal, ringgit, yuan, euro dll minimal terkena radiasi riba meskipun mereka tidak berutang. Kita sedang hidup di dalam sistem finansial kriminal.
“Akan datang suatu masa dimana tidak akan ada seorangpun yang tidak memakan riba. Jika ia tidak memakannya secara langsung minimal ia akan terkena debu-debunya”
–Muhammad, son of Abdullah (may peace be upon him). Hadist riwayat Abu Daud & Ibn Majah–

[…] Dua Presiden RI Yang Tidak Pernah Tercatat Secara Resmi Efek Riba […]